Jumat, 10 Oktober 2025

🩸 Retak di Dalam Jiwa: Trauma Setelah Perselingkuhan

Retak dalam jiwa

Setelah dikhianati, luka yang tertinggal tidak selalu terlihat — tapi terasa sampai ke jiwa. Artikel ini membahas trauma setelah perselingkuhan, bagaimana rasanya, dan cara perlahan menyembuhkan diri tanpa kehilangan harapan.

🏷️ Tags:

#TraumaEmosional #Perselingkuhan #PenyembuhanDiri #CatatanHati #Hubungan #MoveOn #CatatanDigitalNasir

Setelah sebuah perselingkuhan, dunia rasanya runtuh. Kamu bukan hanya kehilangan seseorang, tapi juga kehilangan rasa percaya pada cinta, bahkan pada dirimu sendiri. Trauma setelah pengkhianatan bukan hal sepele — ia bisa membuat jiwa retak tanpa suara. Dalam tulisan ini, aku ingin bercerita tentang sisi emosional yang jarang dibicarakan: bagaimana rasanya pulih dari luka yang tidak terlihat itu, dan bagaimana menemukan kembali dirimu di antara reruntuhan hati yang pernah hancur.

 

Retak di Dalam Jiwa: Trauma Setelah Perselingkuhan

Ada satu hal yang jarang orang berani bicarakan dengan jujur: betapa dalam luka yang ditinggalkan oleh sebuah pengkhianatan. Perselingkuhan bukan cuma soal siapa tidur dengan siapa, tapi tentang bagaimana kepercayaan — yang butuh waktu lama dibangun — bisa hancur dalam sekejap. Dan yang lebih menyakitkan, sering kali bukan cuma hati yang hancur, tapi juga jiwa yang ikut retak.

Aku pernah mendengar seseorang berkata, “Perselingkuhan itu bukan cuma akhir dari hubungan, tapi juga akhir dari versi dirimu yang percaya bahwa kamu cukup.”
Kalimat itu menampar keras. Karena setelah sebuah pengkhianatan, banyak orang yang bukan hanya kehilangan pasangan, tapi juga kehilangan dirinya sendiri.

 

Saat Dunia yang Kau Percaya Tiba-Tiba Runtuh

Awalnya mungkin sederhana — ada pesan yang terasa aneh, tatapan yang berubah, atau kebohongan kecil yang mulai terbongkar. Tapi begitu semua kebenaran mencuat ke permukaan, dunia seakan berhenti berputar.
Seseorang yang dulu kamu anggap tempat paling aman, tiba-tiba jadi sumber rasa sakit paling besar. Orang yang dulu kamu percaya sepenuhnya, ternyata menyimpan rahasia di belakangmu. Dan dari situ, muncul perasaan aneh: semacam campuran antara marah, kecewa, jijik, tapi juga... kosong.

Ada masa di mana kamu akan merasa gila sendiri.
Kamu ingin tahu detailnya — seberapa lama mereka bersama, di mana, kapan, apa yang dikatakan. Tapi di sisi lain, setiap detail baru yang kamu dengar seperti menyayat luka yang belum sempat mengering.
Kamu terjebak antara ingin tahu dan ingin lupa. Dan di tengah-tengah itu, kamu mulai kehilangan arah.

 

Trauma yang Tak Terlihat Tapi Terasa

Orang sering bilang, waktu akan menyembuhkan luka. Tapi kalau kamu pernah jadi korban perselingkuhan, kamu tahu bahwa waktu saja tidak cukup.
Trauma setelah dikhianati itu seperti retakan di kaca. Dari jauh mungkin tampak utuh, tapi kalau kamu lihat lebih dekat, serpihannya menyebar ke segala arah.

Trauma ini muncul dalam banyak bentuk:

  • Sulit percaya lagi. Bukan cuma pada pasangan baru, tapi bahkan pada diri sendiri. Kamu mulai ragu dengan nalurimu. “Kenapa dulu aku nggak sadar?” “Apakah aku terlalu bodoh?”
  • Overthinking. Setiap notifikasi di ponsel pasangan baru bisa memicu kecemasan. Kamu jadi detektif 24 jam, mencari tanda-tanda yang sebenarnya mungkin nggak ada.
  • Ketakutan akan pengulangan. Bahkan ketika kamu sudah ingin membuka hati lagi, selalu ada suara kecil di kepala yang bilang, “Bagaimana kalau kejadian itu terulang?”
  • Harga diri yang anjlok. Banyak yang mulai merasa tidak cukup. Tidak cantik atau tampan cukup, tidak menarik cukup, tidak berharga cukup.

Dan parahnya, semua itu sering terjadi diam-diam. Orang di sekitarmu mungkin mengira kamu sudah move on, padahal setiap malam kamu masih memutar ulang adegan pengkhianatan itu di kepala.

 

Luka yang Tidak Ingin Diakui

Banyak orang menutupi luka ini dengan cara berbeda. Ada yang pura-pura kuat, ada yang menenggelamkan diri dalam pekerjaan, ada juga yang mencari pelarian di hubungan baru. Tapi di balik semua itu, jiwa mereka sebenarnya masih berdarah.
Masalahnya, kita hidup di dunia yang terlalu cepat menyuruh orang untuk “ikhlas” atau “melupakan masa lalu”. Padahal, proses penyembuhan tidak sesederhana itu.

Kamu tidak bisa menyembuhkan luka yang kamu tolak untuk akui.
Selama kamu masih berpura-pura baik-baik saja, luka itu akan terus bernanah di dalam.
Kadang kamu akan meledak tanpa alasan, atau tiba-tiba menangis karena hal kecil. Itulah cara tubuhmu bilang: “Aku masih sakit.”

Dan tidak apa-apa.
Tidak apa-apa kalau kamu belum bisa memaafkan.
Tidak apa-apa kalau kamu masih marah.
Tidak apa-apa kalau kamu belum bisa melupakan.

Penyembuhan bukan tentang seberapa cepat kamu move on, tapi tentang bagaimana kamu belajar menerima bahwa yang terjadi memang terjadi — dan kamu tetap layak dicintai, meskipun sudah pernah dikhianati.

 

Antara Memaafkan dan Melupakan

Banyak yang bilang, memaafkan itu jalan menuju ketenangan. Tapi siapa pun yang pernah disakiti tahu, memaafkan bukan perkara mudah.
Bagaimana kamu bisa memaafkan seseorang yang membuat kamu meragukan seluruh konsep cinta yang pernah kamu yakini?

Namun lambat laun, kamu akan sadar: memaafkan bukan berarti membenarkan apa yang dilakukan. Memaafkan adalah cara untuk berhenti membawa luka itu ke mana-mana.
Bukan untuk dia — tapi untuk dirimu sendiri.

Karena selama kamu masih menyimpan dendam, kamu sebenarnya masih terikat pada orang itu. Kamu masih membiarkan dia punya kendali atas emosimu.
Dan ketika akhirnya kamu berani melepaskan, kamu mulai merasakan ruang kosong yang perlahan terisi oleh hal-hal lain: ketenangan, kedewasaan, dan rasa sayang kepada diri sendiri.

 

Belajar Percaya Lagi (Terutama pada Diri Sendiri)

Salah satu hal tersulit setelah perselingkuhan adalah belajar percaya lagi. Tapi sebelum kamu bisa percaya pada orang lain, kamu harus belajar percaya pada dirimu sendiri dulu.
Kamu harus percaya bahwa kamu cukup. Bahwa kamu berharga, bahkan tanpa validasi siapa pun.

Mulailah dari hal-hal kecil:

  • Rawat dirimu. Tidur cukup, makan makanan yang kamu suka, jalan-jalan sendiri kalau perlu.
  • Jangan buru-buru mencari pengganti. Kadang kita terlalu takut sendirian sampai lupa menikmati kesendirian itu sendiri.
  • Cerita pada orang yang bisa dipercaya. Tidak harus mencari nasihat, kadang hanya didengarkan saja sudah cukup menyembuhkan.
  • Menulis. Kalau kamu tidak tahu bagaimana mengekspresikan sakit itu, tulislah. Kadang pena lebih jujur dari mulut.

Karena setiap kali kamu berani menghadapi rasa sakit itu, kamu sebenarnya sedang menyembuhkan bagian dari dirimu yang dulu rusak.

 

Cinta Tak Pernah Salah, Tapi Orang Bisa Salah

Satu hal yang sering membuat kita trauma bukan cuma karena disakiti, tapi karena merasa cinta itu salah. Padahal, cinta tidak pernah salah. Yang salah adalah bagaimana orang memperlakukan cinta itu.

Kamu mencintai dengan tulus, percaya dengan sepenuh hati — itu bukan kelemahan. Itu keberanian.
Kalau dia yang mengkhianati, itu bukan karena kamu kurang, tapi karena dia belum cukup dewasa untuk menghargai kepercayaan yang kamu berikan.

Dan suatu hari nanti, kamu akan sadar: luka ini memang menyakitkan, tapi juga membentukmu jadi versi yang lebih kuat. Kamu akan tahu bagaimana rasanya hancur dan membangun diri dari nol lagi.
Kamu akan lebih peka, lebih berhati-hati, tapi juga lebih menghargai ketika cinta yang datang berikutnya ternyata tulus.

 

Penutup: Dari Retak Menjadi Cahaya

Trauma setelah perselingkuhan memang tidak hilang begitu saja. Kadang masih ada hari-hari di mana kamu tiba-tiba teringat, atau malam-malam di mana kamu merasa sendirian. Tapi percayalah, perlahan semua itu akan berkurang.
Retakan di dalam jiwamu mungkin tidak bisa hilang sepenuhnya, tapi di situlah cahaya bisa masuk.

Kamu akan mulai mencintai lagi — bukan karena kamu lupa, tapi karena kamu belajar.
Kamu akan percaya lagi — bukan karena dunia tiba-tiba aman, tapi karena kamu memilih untuk tidak hidup dalam ketakutan.

Luka ini tidak mendefinisikanmu.
Ia hanya bagian dari perjalananmu — bagian yang pahit, tapi juga penuh pelajaran.
Dan suatu hari nanti, kamu akan melihat ke belakang dan berkata:

“Aku pernah hancur, tapi aku berhasil menyatukan diriku lagi. Retakku kini jadi cahaya yang membuatku bersinar.”

 

Catatan Digital Nasir
Tempat di mana luka bercerita, dan jiwa belajar pulih pelan-pelan.

 Temukan Afiliasi Saya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Cinta Menyimpang

Ketika Cinta Menyimpang Cinta, katanya, adalah hal paling indah di dunia. Ia bisa membuat orang yang keras jadi lembut, yang dingin jadi ha...