![]() |
| Retak dalam jiwa |
Setelah dikhianati, luka yang tertinggal tidak selalu terlihat — tapi terasa sampai ke jiwa. Artikel ini membahas trauma setelah perselingkuhan, bagaimana rasanya, dan cara perlahan menyembuhkan diri tanpa kehilangan harapan.
🏷️ Tags:
#TraumaEmosional #Perselingkuhan #PenyembuhanDiri #CatatanHati #Hubungan #MoveOn #CatatanDigitalNasir
Setelah sebuah perselingkuhan, dunia rasanya runtuh. Kamu bukan hanya kehilangan seseorang, tapi juga kehilangan rasa percaya pada cinta, bahkan pada dirimu sendiri. Trauma setelah pengkhianatan bukan hal sepele — ia bisa membuat jiwa retak tanpa suara. Dalam tulisan ini, aku ingin bercerita tentang sisi emosional yang jarang dibicarakan: bagaimana rasanya pulih dari luka yang tidak terlihat itu, dan bagaimana menemukan kembali dirimu di antara reruntuhan hati yang pernah hancur.
Retak di Dalam
Jiwa: Trauma Setelah Perselingkuhan
Ada satu hal yang jarang orang
berani bicarakan dengan jujur: betapa dalam luka yang ditinggalkan oleh sebuah
pengkhianatan. Perselingkuhan bukan cuma soal siapa tidur dengan siapa, tapi
tentang bagaimana kepercayaan — yang butuh waktu lama dibangun — bisa hancur
dalam sekejap. Dan yang lebih menyakitkan, sering kali bukan cuma hati yang
hancur, tapi juga jiwa yang ikut retak.
Aku pernah mendengar seseorang
berkata, “Perselingkuhan itu bukan cuma akhir dari hubungan, tapi juga akhir
dari versi dirimu yang percaya bahwa kamu cukup.”
Kalimat itu menampar keras. Karena setelah sebuah pengkhianatan, banyak orang
yang bukan hanya kehilangan pasangan, tapi juga kehilangan dirinya sendiri.
Saat Dunia yang
Kau Percaya Tiba-Tiba Runtuh
Awalnya mungkin sederhana — ada
pesan yang terasa aneh, tatapan yang berubah, atau kebohongan kecil yang mulai
terbongkar. Tapi begitu semua kebenaran mencuat ke permukaan, dunia seakan
berhenti berputar.
Seseorang yang dulu kamu anggap tempat paling aman, tiba-tiba jadi sumber rasa
sakit paling besar. Orang yang dulu kamu percaya sepenuhnya, ternyata menyimpan
rahasia di belakangmu. Dan dari situ, muncul perasaan aneh: semacam campuran
antara marah, kecewa, jijik, tapi juga... kosong.
Ada masa di mana kamu akan merasa
gila sendiri.
Kamu ingin tahu detailnya — seberapa lama mereka bersama, di mana, kapan, apa
yang dikatakan. Tapi di sisi lain, setiap detail baru yang kamu dengar seperti
menyayat luka yang belum sempat mengering.
Kamu terjebak antara ingin tahu dan ingin lupa. Dan di tengah-tengah itu, kamu
mulai kehilangan arah.
Trauma yang Tak
Terlihat Tapi Terasa
Orang sering bilang, waktu akan
menyembuhkan luka. Tapi kalau kamu pernah jadi korban perselingkuhan, kamu tahu
bahwa waktu saja tidak cukup.
Trauma setelah dikhianati itu seperti retakan di kaca. Dari jauh mungkin tampak
utuh, tapi kalau kamu lihat lebih dekat, serpihannya menyebar ke segala arah.
Trauma ini muncul dalam banyak
bentuk:
- Sulit percaya lagi. Bukan cuma pada pasangan
baru, tapi bahkan pada diri sendiri. Kamu mulai ragu dengan nalurimu.
“Kenapa dulu aku nggak sadar?” “Apakah aku terlalu bodoh?”
- Overthinking. Setiap notifikasi di ponsel
pasangan baru bisa memicu kecemasan. Kamu jadi detektif 24 jam, mencari
tanda-tanda yang sebenarnya mungkin nggak ada.
- Ketakutan akan pengulangan. Bahkan ketika kamu sudah
ingin membuka hati lagi, selalu ada suara kecil di kepala yang bilang,
“Bagaimana kalau kejadian itu terulang?”
- Harga diri yang anjlok. Banyak yang mulai merasa
tidak cukup. Tidak cantik atau tampan cukup, tidak menarik cukup, tidak
berharga cukup.
Dan parahnya, semua itu sering
terjadi diam-diam. Orang di sekitarmu mungkin mengira kamu sudah move on,
padahal setiap malam kamu masih memutar ulang adegan pengkhianatan itu di
kepala.
Luka yang Tidak
Ingin Diakui
Banyak orang menutupi luka ini
dengan cara berbeda. Ada yang pura-pura kuat, ada yang menenggelamkan diri
dalam pekerjaan, ada juga yang mencari pelarian di hubungan baru. Tapi di balik
semua itu, jiwa mereka sebenarnya masih berdarah.
Masalahnya, kita hidup di dunia yang terlalu cepat menyuruh orang untuk
“ikhlas” atau “melupakan masa lalu”. Padahal, proses penyembuhan tidak
sesederhana itu.
Kamu tidak bisa menyembuhkan luka
yang kamu tolak untuk akui.
Selama kamu masih berpura-pura baik-baik saja, luka itu akan terus bernanah di
dalam.
Kadang kamu akan meledak tanpa alasan, atau tiba-tiba menangis karena hal
kecil. Itulah cara tubuhmu bilang: “Aku masih sakit.”
Dan tidak apa-apa.
Tidak apa-apa kalau kamu belum bisa memaafkan.
Tidak apa-apa kalau kamu masih marah.
Tidak apa-apa kalau kamu belum bisa melupakan.
Penyembuhan bukan tentang
seberapa cepat kamu move on, tapi tentang bagaimana kamu belajar menerima bahwa
yang terjadi memang terjadi — dan kamu tetap layak dicintai, meskipun sudah
pernah dikhianati.
Antara
Memaafkan dan Melupakan
Banyak yang bilang, memaafkan itu
jalan menuju ketenangan. Tapi siapa pun yang pernah disakiti tahu, memaafkan
bukan perkara mudah.
Bagaimana kamu bisa memaafkan seseorang yang membuat kamu meragukan seluruh
konsep cinta yang pernah kamu yakini?
Namun lambat laun, kamu akan
sadar: memaafkan bukan berarti membenarkan apa yang dilakukan. Memaafkan adalah
cara untuk berhenti membawa luka itu ke mana-mana.
Bukan untuk dia — tapi untuk dirimu sendiri.
Karena selama kamu masih
menyimpan dendam, kamu sebenarnya masih terikat pada orang itu. Kamu masih
membiarkan dia punya kendali atas emosimu.
Dan ketika akhirnya kamu berani melepaskan, kamu mulai merasakan ruang kosong
yang perlahan terisi oleh hal-hal lain: ketenangan, kedewasaan, dan rasa sayang
kepada diri sendiri.
Belajar Percaya
Lagi (Terutama pada Diri Sendiri)
Salah satu hal tersulit setelah
perselingkuhan adalah belajar percaya lagi. Tapi sebelum kamu bisa percaya pada
orang lain, kamu harus belajar percaya pada dirimu sendiri dulu.
Kamu harus percaya bahwa kamu cukup. Bahwa kamu berharga, bahkan tanpa validasi
siapa pun.
Mulailah dari hal-hal kecil:
- Rawat dirimu. Tidur cukup, makan makanan yang kamu suka, jalan-jalan
sendiri kalau perlu.
- Jangan buru-buru mencari pengganti. Kadang kita terlalu takut
sendirian sampai lupa menikmati kesendirian itu sendiri.
- Cerita pada orang yang bisa dipercaya. Tidak harus mencari nasihat,
kadang hanya didengarkan saja sudah cukup menyembuhkan.
- Menulis. Kalau kamu tidak tahu bagaimana mengekspresikan sakit itu,
tulislah. Kadang pena lebih jujur dari mulut.
Karena setiap kali kamu berani
menghadapi rasa sakit itu, kamu sebenarnya sedang menyembuhkan bagian dari
dirimu yang dulu rusak.
Cinta Tak
Pernah Salah, Tapi Orang Bisa Salah
Satu hal yang sering membuat kita
trauma bukan cuma karena disakiti, tapi karena merasa cinta itu salah. Padahal,
cinta tidak pernah salah. Yang salah adalah bagaimana orang memperlakukan cinta
itu.
Kamu mencintai dengan tulus,
percaya dengan sepenuh hati — itu bukan kelemahan. Itu keberanian.
Kalau dia yang mengkhianati, itu bukan karena kamu kurang, tapi karena dia
belum cukup dewasa untuk menghargai kepercayaan yang kamu berikan.
Dan suatu hari nanti, kamu akan
sadar: luka ini memang menyakitkan, tapi juga membentukmu jadi versi yang lebih
kuat. Kamu akan tahu bagaimana rasanya hancur dan membangun diri dari nol lagi.
Kamu akan lebih peka, lebih berhati-hati, tapi juga lebih menghargai ketika
cinta yang datang berikutnya ternyata tulus.
Penutup: Dari
Retak Menjadi Cahaya
Trauma setelah perselingkuhan
memang tidak hilang begitu saja. Kadang masih ada hari-hari di mana kamu
tiba-tiba teringat, atau malam-malam di mana kamu merasa sendirian. Tapi
percayalah, perlahan semua itu akan berkurang.
Retakan di dalam jiwamu mungkin tidak bisa hilang sepenuhnya, tapi di situlah
cahaya bisa masuk.
Kamu akan mulai mencintai lagi —
bukan karena kamu lupa, tapi karena kamu belajar.
Kamu akan percaya lagi — bukan karena dunia tiba-tiba aman, tapi karena kamu
memilih untuk tidak hidup dalam ketakutan.
Luka ini tidak mendefinisikanmu.
Ia hanya bagian dari perjalananmu — bagian yang pahit, tapi juga penuh
pelajaran.
Dan suatu hari nanti, kamu akan melihat ke belakang dan berkata:
“Aku pernah hancur, tapi aku
berhasil menyatukan diriku lagi. Retakku kini jadi cahaya yang membuatku
bersinar.”
Catatan Digital Nasir
Tempat di mana luka bercerita, dan jiwa belajar pulih pelan-pelan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar