Kamis, 09 Oktober 2025

Luka yang Tak Terlihat: Dampak Psikologis dari Perselingkuhan

Sampul buku Aco Nasir

Halo, semuanya! Selamat datang lagi di Catatan Digital Nasir. Kali ini, kita mau ngobrol tentang topik yang berat tapi sayangnya, cukup umum terjadi: perselingkuhan.

Biasanya, ketika kita dengar kata "selingkuh", yang langsung kepikiran adalah drama, teriakan, lempar piring, atau status "complicated" di media sosial. Tapi, ada sesuatu yang sering banget terlewat dari pandangan kita. Sesuatu yang nggak kelihatan, tapi dampaknya bisa lebih dalam dan lebih lama daripada luka fisik mana pun. Yaitu, luka psikologis.

Kalau kaki patah, kita bisa lihat gips-nya. Kalau hati yang hancur? Nggak ada gips-nya. Nggak ada plester yang bisa kita tempelin. Luka ini sembunyi di dalam, menggerogoti dari dalam diam-diam.

Nah, dalam artikel ini, kita nggak akan membahas siapa yang salah atau siapa yang lebih jahat. Tapi, kita akan menyelami lebih dalam apa sih yang sebenarnya dirasakan oleh orang yang dikhianati (dan bahkan, oleh orang yang berselingkuh). Karena memahami luka ini adalah langkah pertama untuk menyembuhkannya.

Gempa Bumi yang Namanya "Discovery"

Bayangin hidup kamu lagi tenang-tenang aja. Kamu mungkin lagi masak untuk makan malam, atau lagi scroll Instagram santai. Tiba-tiba, kamu nemuin pesan yang nggak seharusnya ada. Atau lihat foto yang bikin jantung seketika berhenti. Atau dapat telepon dari orang asing yang bilang, "Hei, saya pikir Anda perlu tahu ini."

BOOM.

Dunia yang kamu kenal hancur berantakan dalam sekejap. Itu rasanya seperti gempa bumi 9.0 skala Richter yang menghancurkan fondasi bangunan kepercayaan yang sudah kamu bangun bertahun-tahun. Yang tersisa adalah puing-puing, debu, dan kebingungan.

Ini bukan cuma sedih. Ini lebih dari sedih. Ini adalah trauma.

  • Rasa Aman yang Hilang Instan: Orang yang kamu anggap sebagai "rumah", tempat kamu pulang dan bercerita, tiba-tiba berubah menjadi sumber ancaman terbesar. Dunia yang tadinya terasa aman, sekarang terasa mengerikan dan penuh tipu daya.

  • Krisis Identitas: Kamu mulai mempertanyakan segalanya. "Apakah selama ini aku terlalu bodoh dan naif?" "Apakah semua kenangan indah kita selama ini hanya kebohongan?" "Siapa sih dia sebenernya? Aku ternyata nggak kenal orang ini." Bahkan yang lebih parah, kamu bisa mempertanyakan, "Aku ini siapa? Kok bisa-bisanya aku nggak sadar?"

  • Pikiran yang Terus Meneror (Rumination): Otak kamu seperti DVD yang nge-scene yang sama terus-terusan. Kamu akan mengulang setiap detil, setiap percakapan, setiap "tanda" yang mungkin kamu lewatkan. "Oh iya, dulu dia sering lembur sampai malem," "Itu sebabnya dia ganti password HP-nya." Pikiran ini mengganggu tidur, kerja, dan makan. Ini melelahkan banget.

Efek Domino di Dalam Pikiran dan Jiwa

Trauma awal itu cuma pembukanya. Selanjutnya, akan ada efek domino yang menggerogoti kesehatan mental. Ini dia beberapa "luka tak terlihat" yang paling sering muncul:

1. Kecemasan dan Serangan Panik (Anxiety & Panic Attacks)
Rasa cemas jadi temen sehari-hari. Setiap HP-nya berdering, setiap dia keluar tanpa alasan yang jelas, setiap dia diam-diam, alarm di kepalamu langsung bunyi keras-keras. Kamu merasa seperti lagi di ambang bahaya terus. Bahkan, bisa sampai mengalami serangan panik: jantung berdebar kencang, sesak napas, berkeringat dingin, merasa seperti mau mati. Ini adalah respon fisik dari tubuh yang merasa terus-terusan terancam.

2. Depresi
Kesedihan yang mendalam, rasa putus asa, dan merasa hidupmu hancur berkeping-keping bisa memicu depresi. Hal-hal yang dulu kamu sukai jadi nggak ada rasanya. Nafsu makan hilang (atau malah jadi kalap). Susah tidur atau malah tidur terus. Energi habis, dan yang ada cuma ingin menyendiri dan menangis. Perasaan "Aku nggak cukup baik" atau "Aku nggak pantas dicintai" jadi sangat kuat.

3. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)
Banyak yang nggak sadar bahwa dikhianati bisa sebabkan PTSD, mirip dengan korban perang atau kecelakaan berat. Gejalanya bisa berupa:

  • Kilas Balik (Flashbacks): Tiba-tiba kamu melihat bayangan wajah selingkuhannya, atau membayangkan adegan perselingkuhan itu, seolah-olah itu terjadi lagi di depan matamu.

  • Hypervigilance: Kamu jadi seperti detektif. Selalu waspada, memeriksa HP pasangannya, media sosial, tagihan kartu kredit. Bukan karena kamu jahat, tapi karena tubuh dan pikiranmu mencoba mengontrol situasi yang membuatmu trauma.

  • Menghindari Pemicu: Kamu mungkin menghindari tempat-tempat yang dulu sering kalian kunjungi, lagu-lagu yang dulu "lagu kalian", atau film tentang percintaan karena itu semua bikin kenangan pahit itu kembali.

4. Harga Diri yang Jatuh dan Rasa Malu
Ini mungkin yang paling menyakitkan. Perselingkuhan itu seperti diteriakin ke telinga kita, "Kamu nggak cukup cantik, nggak cukup baik, nggak cukup menarik, nggak cukup apa pun!" Kamu mulai membandingkan diri kamu dengan "si dia". Kamu merasa dipermalukan, direndahkan, dan dianggap sampah. Rasa malu ini bisa bikin kamu menarik diri dari pertemanan dan keluarga karena nggak mau dianggap "korban" atau dikasihani.

Lalu, Bagaimana dengan si "Pelaku" Selingkuh?

Jangan salah, orang yang berselingkuh juga seringkali mengalami tekanan psikologis yang berat (meskipun tentu saja, ini adalah konsekuensi dari pilihannya sendiri). Mereka bisa dilanda:

  • Rasa Bersalah dan Dosa yang Menggerogoti: Setiap hari hidup dengan rahasia besar itu sangat melelahkan secara mental. Rasa bersalah bisa bikin mereka sulit tidur, mudah marah, dan menarik diri.

  • Kognitif Disonansi: Ini istilah keren untuk perasaan "tidak nyaman" karena melakukan hal yang bertentangan dengan nilai diri sendiri. Misalnya, dia menganggap dirinya "orang baik", tapi tindakan selingkuhnya berkata lain. Untuk mengurangi rasa tidak nyaman ini, dia mungkin akan membenarkan tindakannya dengan alasan-alasan seperti, "Saya nggak dapat perhatian di rumah," yang justru semakin melukai pasangannya.

  • Kebingungan dan Stres: Terjebak di antara dua hubungan, berbohong terus-menerus, dan takut ketahuan adalah sumber stres yang sangat besar.

Bisakah Sembuh dari Luka Ini?

BISA. Tapi, perlu diingat: sembuh bukan berarti lupa. Sembuh adalah ketika lukanya sudah nggak lagi sakit kalau disentuh. Ketika kenangan itu sudah nggak lagi bikin kamu nangis histeris, tapi cuma jadi salah satu bab dalam buku hidupmu.

Proses penyembuhannya nggak instan. Butuh waktu, kesabaran, dan usaha yang sadar. Beberapa hal yang bisa membantu:

  1. Validasi Perasaanmu! Jangan pernah menyangkal apa yang kamu rasakan. "Nggak apa-apa kok aku sedih, aku marah, aku nggak percaya lagi." Semua perasaan itu VALID dan manusiawi. Biarkan dirimu merasakannya sepenuhnya.

  2. Jangan Terburu-buru Memutuskan. Dalam kondisi trauma, keputusan besar seperti "putus" atau "baikan" seringkali diambil secara emosional. Beri dirimu waktu dan ruang. Pisah sementara (space) bisa sangat membantu untuk menjernihkan pikiran.

  3. Cari Bantuan Profesional! Ini penting banget. Psikolog atau konselor pernikahan bisa jadi pemandu yang netral. Mereka memberikan alat-alat untuk mengelola kecemasan, mengatasi trauma, dan berkomunikasi dengan lebih sehat. Ini bukan aib, ini investasi untuk kesehatan mentalmu.

  4. Bangun Support System. Cerita ke sahabat atau keluarga yang kamu percaya. Jangan menyendiri. Terkadang, kita butuh orang lain yang mengingatkan kita bahwa kita masih dicintai dan berharga.

  5. Fokus pada Diri Sendiri (Self-Care). Ini bukan cuma soal spa day atau beli kopi mahal. Tapi benar-benar merawat dirimu. Makan yang teratur, olahraga ringan untuk melepas endorfin, tidur yang cukup, dan eksplor hobi yang dulu sempat tertunda. Ingatkan dirimu bahwa kamu masih punya identitas di luar hubungan itu.

Jika Memilih untuk "Move On" atau "Memperbaiki"?

Tidak ada jawaban yang benar atau salah di sini. Ada hubungan yang bisa diperbaiki dan justru jadi lebih kuat setelah melewati badai ini (dengan komitmen dan terapi yang serius). Ada juga yang lebih sehat untuk diakhiri.

Jika memilih memperbaiki, yang dibutuhkan bukan hanya maaf. Tapi:

  • Transparansi Total dari pihak yang berselingkuh.

  • Akuntabilitas (tanggung jawab penuh atas tindakan).

  • Kesabaran untuk memahami bahwa pasangan yang terluka butuh waktu lama untuk bisa percaya lagi.

Jika memilih move on, fokuslah pada pelajaran yang bisa diambil. Bukan untuk jadi sinis, tapi untuk jadi lebih bijak. Untuk lebih mengenal batasan diri, dan jenis hubungan seperti apa yang kamu inginkan ke depannya.

Penutup

Buat kamu yang sedang mengalami ini, tahu saja: kamu nggak sendirian. Rasanya seperti akhir dunia, tapi percayalah, ini bukan. Kamu lebih kuat dari yang kamu kira. Luka ini, meski nggak terlihat, adalah bukti bahwa kamu mampu mencintai dengan sungguh-sungguh. Dan kapasitas untuk mencintai itu sendiri adalah sebuah kekuatan.

Buat kamu yang hanya membaca sebagai pengamat, semoga artikel ini bisa membuat kita semua lebih berempati. Luka psikologis itu nyata. Jangan pernah meremehkan rasa sakit orang lain hanya karena kita tidak melihat lukanya.

Terima kasih sudah membaca dan sampai jumpa di catatan berikutnya.

Tetap kuat, tetap sabar.

Nasir
Catatan Digital Nasir

 Temukan Afiliasi Saya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Cinta Menyimpang

Ketika Cinta Menyimpang Cinta, katanya, adalah hal paling indah di dunia. Ia bisa membuat orang yang keras jadi lembut, yang dingin jadi ha...