Sabtu, 25 Oktober 2025

Mengapa Orang Berselingkuh? Rahasia di Balik Cinta yang Menyimpang

Nyaman Berubah Jadi Jurang

Perselingkuhan — kata yang langsung bikin dada sesak buat sebagian orang.

Entah karena pernah mengalaminya, menyaksikannya, atau bahkan… (jujur saja) pernah jadi pelakunya.
Fenomena ini seperti bayangan gelap di balik kata cinta. Ia selalu ada, tapi jarang mau dibicarakan jujur-jujur.

Di permukaan, perselingkuhan tampak seperti pengkhianatan, akhir dari kepercayaan. Tapi kalau kita gali lebih dalam, ia sering kali berakar dari sesuatu yang lebih halus — rasa hampa, kurangnya koneksi, atau kebutuhan emosional yang tak pernah diungkapkan.
Bukan pembenaran, tapi kenyataan. Karena, sejatinya, tidak ada orang yang tiba-tiba bangun pagi dan berkata: “Hari ini, aku ingin menghancurkan hubungan yang kubangun bertahun-tahun.”

Lalu, mengapa orang tetap melakukannya? Apa yang mendorong seseorang mengambil risiko sebesar itu demi sebuah cinta yang “menyimpang”? Mari kita kulik bersama.

 

1. Ketika Rasa Nyaman Berubah Jadi Jurang

Semua berawal dari hal kecil.
Sebuah obrolan ringan di kantor. Sebuah perhatian dari seseorang yang membuat hati hangat.
Awalnya mungkin terasa polos, tanpa niat buruk. Tapi dari percakapan kecil itu, muncul rasa nyaman — dan dari kenyamanan, lahirlah kedekatan.

Manusia memang haus akan rasa dipahami.
Ketika seseorang di rumah mulai terasa jauh — sibuk, dingin, atau tidak lagi mendengarkan — maka orang di luar rumah yang mau mendengarkan bisa terasa seperti oase di padang gersang.
Dan di situlah bahaya dimulai.

Bukan karena orang itu lebih baik dari pasangan kita, tapi karena ia hadir di saat yang tepat — saat kita rapuh, butuh didengar, dan kehilangan arah.
Kita sering lupa: pengkhianatan jarang dimulai dengan niat, tapi hampir selalu dimulai dengan perasaan nyaman yang tidak dijaga batasnya.

 

2. Kekosongan Emosional: Luka yang Tak Terlihat

Perselingkuhan sering kali bukan tentang seks, tapi tentang emosi yang tidak terpenuhi.
Banyak orang berselingkuh bukan karena mereka tidak mencintai pasangannya, tapi karena mereka merasa tidak dicintai lagi dengan cara yang mereka butuhkan.

Ada yang merasa pasangannya tak lagi peduli.
Ada yang lelah berjuang sendirian dalam hubungan yang kering tanpa kehangatan.
Ada juga yang sekadar ingin diingat bahwa mereka masih berharga, masih menarik, masih diinginkan.

Dan ketika seseorang datang lalu berkata hal sederhana seperti,

“Kamu terlihat lelah, kamu baik-baik saja?”
tiba-tiba hati yang beku itu mencair.
Padahal mungkin pasangan di rumah sudah ratusan kali berkata hal serupa, tapi kali ini terasa berbeda — karena datang dari orang yang baru, dari seseorang yang belum tahu luka kita, dan itu terasa… segar.

Sayangnya, kenyamanan itu cepat berubah jadi jebakan.
Yang awalnya sekadar tempat curhat, pelan-pelan jadi tempat pelarian.
Dan pelarian yang terus dilakukan bisa mengubah arah hidup seseorang tanpa sadar.

 

3. Ego yang Haus Pengakuan

Tidak semua perselingkuhan lahir dari kekosongan. Ada juga yang lahir dari ego.
Rasa ingin diakui, ingin merasa “masih bisa menaklukkan”.

Banyak orang, terutama yang sudah lama menjalin hubungan, mulai merasa kehilangan versi terbaik dirinya.
Mereka rindu pada masa ketika masih diperjuangkan, dipuji, dan diinginkan.
Ketika kehidupan jadi rutinitas dan cinta jadi kebiasaan, mereka mencari sensasi yang membuat mereka merasa “hidup” kembali.

Dalam hal ini, perselingkuhan bukan soal cinta, tapi soal pembuktian diri:

“Aku masih menarik.”
“Aku masih bisa membuat seseorang jatuh cinta.”

Tapi sayangnya, pembuktian semacam ini bersifat sementara.
Ketika euforia reda, yang tersisa hanyalah rasa bersalah dan penyesalan — dua hal yang sulit dihapus dari hati.

 

4. Komunikasi yang Mati, Cinta yang Pelan-pelan Hilang

Salah satu penyebab terbesar dari perselingkuhan adalah kurangnya komunikasi yang sehat.
Bukan karena tidak ada cinta, tapi karena cinta itu tidak lagi diungkapkan.

Orang yang diam-diam memendam kecewa, lama-lama akan mencari tempat lain untuk meluapkannya.
Orang yang tidak merasa didengarkan akan mencari telinga lain yang bersedia mendengarkan.
Dan ketika dua orang berhenti berbicara, mereka perlahan berhenti saling mengerti — hingga akhirnya, berhenti saling peduli.

Perselingkuhan sering kali menjadi “hasil akhir” dari bisu yang terlalu lama dibiarkan.
Cinta yang tidak diurus, tidak diperjuangkan, akhirnya mencari jalan keluar sendiri — meski dengan cara yang salah.

 

5. Ketika Batas Mulai Kabur

Perselingkuhan tidak selalu dimulai dengan tindakan besar. Kadang dimulai dari hal-hal sepele:
membalas pesan di luar jam wajar, bercanda yang terlalu intim, curhat yang terlalu pribadi.

Perlahan, batas antara “teman” dan “lebih dari teman” memudar.
Kita mulai membenarkan diri sendiri:

“Aku cuma butuh teman bicara.”
“Ini nggak lebih kok dari sekadar perhatian.”

Namun dari pembenaran-pembenaran kecil itulah jurang mulai terbentuk.
Satu langkah terlalu dekat bisa mengubah semuanya.
Dan ketika akhirnya menyadari, biasanya sudah terlambat — karena hati sudah terlanjur berpindah.

 

6. Ketidakpuasan Diri yang Diproyeksikan ke Pasangan

Kadang, orang berselingkuh bukan karena pasangannya buruk, tapi karena mereka tidak puas dengan diri sendiri.
Mereka menyalahkan hubungan atas kekosongan yang sebenarnya bersumber dari dalam diri mereka sendiri.

Alih-alih memperbaiki diri, mereka memilih mencari “pelarian” yang membuatnya merasa berharga lagi.
Sayangnya, pelarian itu bukan solusi. Ia hanya menunda rasa sakit.

Karena ketika hubungan rahasia itu mulai retak — seperti semua hubungan pada akhirnya — mereka kembali berhadapan dengan diri yang sama: kosong, rapuh, dan tak bahagia.

 

7. Godaan Dunia Digital

Zaman sekarang, perselingkuhan tidak perlu dimulai dari tatapan di kafe.
Semuanya bisa dimulai dari like di media sosial, pesan singkat di DM, atau percakapan ringan di chat.

Dunia digital membuat batas semakin tipis.
Hubungan yang dulu harus disembunyikan kini bisa dilakukan diam-diam lewat layar — tanpa jejak, tanpa tatapan, tapi tetap berbahaya.

Yang dulu disebut “teman lama” bisa jadi tempat curhat baru.
Yang awalnya “sekadar nostalgia” bisa berujung pada drama panjang.

Teknologi membuat perselingkuhan terasa lebih mudah dilakukan — tapi konsekuensinya tetap sama beratnya: kepercayaan yang hancur, dan hati yang tak bisa diperbaiki.

 

8. Ketika Cinta Dijadikan Alasan

Beberapa orang berselingkuh dan berkata:

“Aku nggak bisa mengontrol perasaan.”
“Cinta datang tanpa direncanakan.”

Mungkin benar, cinta tidak bisa dikendalikan. Tapi kesetiaan adalah keputusan.
Cinta yang sehat tahu kapan harus berhenti, tahu kapan harus menolak.

Jika cinta membuatmu harus berbohong, menyakiti, dan menghancurkan seseorang yang mempercayaimu, maka itu bukan cinta — itu keegoisan yang dibungkus romansa.

 

9. Harga yang Harus Dibayar

Perselingkuhan tidak pernah gratis.
Setiap langkah yang salah datang dengan harga — dan kadang, harga itu terlalu mahal.

  1. Kepercayaan: begitu hancur, sulit sekali kembali utuh.
  2. Rasa hormat: bukan hanya dari pasangan, tapi dari diri sendiri.
  3. Ketenangan hati: hidup dalam kebohongan adalah beban yang pelan-pelan membunuh dari dalam.
  4. Kehilangan orang baik: kadang, demi yang baru dan sesaat, kita kehilangan seseorang yang sebenarnya bersedia mencintai kita selamanya.

Dan itulah ironi terbesar dari cinta yang menyimpang: ia menjanjikan kebahagiaan, tapi justru menghancurkan segalanya.

 

10. Belajar dari Cinta yang Salah Arah

Meski pahit, perselingkuhan bisa menjadi cermin.
Ia mengajarkan kita banyak hal tentang diri sendiri — tentang betapa rapuhnya komitmen, betapa pentingnya komunikasi, dan betapa berharganya kepercayaan.

Bagi yang pernah mengalaminya, jangan biarkan rasa bersalah atau sakit hati membuatmu sinis terhadap cinta.
Bagi yang pernah melakukannya, jadikan itu pelajaran yang mendewasakan, bukan aib yang menenggelamkan.

Karena pada akhirnya, manusia bisa berubah.
Dan yang terpenting bukanlah seberapa dalam kita jatuh, tapi seberapa kuat kita mau bangkit dan memperbaiki diri.

 

Penutup: Cinta Tak Pernah Salah, Tapi Manusia Bisa

Cinta itu murni. Yang membuatnya tampak kotor adalah cara kita memperlakukannya.
Perselingkuhan bukanlah bukti cinta yang hebat, tapi bukti ketidakmampuan untuk setia pada komitmen dan diri sendiri.

Jika kamu sedang berada di ambang godaan, berhentilah sejenak dan pikirkan:
Apakah rasa sesaat ini sebanding dengan luka yang mungkin kamu timbulkan?
Apakah kebahagiaan yang kamu kejar pantas mengorbankan hati yang sudah mempercayaimu?

Karena pada akhirnya, cinta sejati tidak butuh sembunyi-sembunyi.
Ia tumbuh di tempat terang, di hati yang jujur, di hubungan yang saling menghormati.

Dan kalau memang cinta itu benar, ia tidak akan datang dengan cara yang salah.

 

 Temukan Afiliasi Saya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika Cinta Menyimpang

Ketika Cinta Menyimpang Cinta, katanya, adalah hal paling indah di dunia. Ia bisa membuat orang yang keras jadi lembut, yang dingin jadi ha...